Tentang kisah konyol dan inspiratif dalam rumah tangga

Karangantu, Pelabuhan Berkelas Internasional yang Kini Dilupakan


Oleh: Yuni Astuti



Karangantu. Mungkin bagi yang belum tahu, akan merasa seram dengan nama itu. Namun, Karangantu bukan sekadar nama tempat yang tidak bermakna. Ada sejarah besar di sebaliknya.

Mitos nama Karangantu menurut cerita rakyat adalah ketika itu ada warga Belanda yang membawa hantu-hantu di dalam guci. Ternyata guci itu pecah dan hantunya keluar semua. Maka tersebutlah nama pelabuhan itu Karangantu.

Abad ke-15 dan ke-16 adalah masa-masa kejayaan Kesultanan Banten. Sebagai kerajaan maritim, Banten maju dalam hal perdagangan internasional. Bertepatan saat itu Malaka jatuh ke tangan Portugis, pedagang-pedagang Arab, India, Cina, Persia, Belanda dan Gujarat beralih ke Selat Sunda dan tentu saja Karangantu menjadi jalur perdagangan yang ramai, kedua setelah Sunda Kelapa.



Pelabuhan Karangantu maju pesat, sebab perdagangan semakin ramai. Masa itu Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Sunan Gunung Jati adalah putra dari Syarif Abdullah dan Nyai Rarasantang, putri Prabu Siliwangi.

Banyak barang berharga yang diperjualbelikan di Pelabuhan Karangantu. Kita bisa melihat sisa-sisa kejayaan masa itu di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, tidak jauh dari Masjid Agung Banten. Ada banyak porselen China, mata uang internasional, dan diorama-diorama yang menggambarkan kehidupan masyarakat Banten ketika itu. Sangat ramai dan sejahtera. Ada gambaran bahwa masa itu para lelakinya gemar bermain sepak takraw di sela-sela istirahatnya.



Kesultanan Banten semakin maju saat dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Tidak hanya dalam hal perdagangan, tetapi agraria dan saluran irigasinya sangat hebat. Banten, benar-benar seperti namanya: ketiban inten (kejatuhan intan).

Namun tentu saja di balik kejayaan suatu negeri, ada yang tidak senang. Ya, Belanda diam-diam mulai menghasut putra Sultan Agen Tirtayasa, yang bernama Sultan Haji. Maka jadilah, anak dan ayah yang bersilang pendapat, berbeda jalan. Sang Ayah sangat mementingkan kesejahteraan rakyat, sedangkan Sultan Haji berharap tahta kesultanan jatuh ke tangannya. Belanda memihak Sultan Haji, untuk kemudian hanya menyebabkan perang saudara. Akibatnya, Keraton Surosowan rata dengan tanah. Ada dua versi sejarah dalam kehancuran ini, pertama dihancurkan Belanda. Kedua, dibumihanguskan oleh pasukan Sultan Ageng Tirtayasa. Wallahu a'lam.

Setelah Sultan Ageng Tirtayasa digantikan oleh Sultan Haji, sejak itu Banten mulai mengalami kemunduran. Sepertinya begitulah sejarah akan berulang. Suatu negeri yang gemah ripah loh jinawi akan hancur diakibatkan oleh keserakahan anak negerinya sendiri. Hingga kini, Pelabuhan Karangantu seperti "sarang hantu" yang kumuh dan penuh sampah di tepi sungai yang semakin mengalami pendangkalan. Para nelayan Bugis yang gagah perkasa menambatkan kapal dan perahunya di tepi dermaga. Setiap sore selalu ramai untuk berlayar, besok pagi membawa ikan yang langsung dilelang di pelelangan ikan.

Masyarakat Banten lebih sering menyebut "Pantai Gopek" daripada Pelabuhan Karangantu. Padahal tidak ada pantainya, hanya dermaga yang biasa dipakai masyarakat untuk memancing ikan dan berwisata menuju Pulau Tiga, Pulau Empat, Pulau Lima, Pulau Tunda, dan Pulau Panjang. Pulau Tunda dan Pulau Panjang berpenghuni, sedangkan Pulau Tiga, Pulau Empat dan Pulau Lima tidak ada penghuninya. Dan kenapa disebut "Pantai Gopek" ialah karena  untuk masuk ke dermaga ini, kita dikenai retribusi Rp.500 saja. Alias gopek.



Meskipun sekarang Pelabuhan Karangantu tidak lagi menjadi pelabuhan internasional, pesonanya masih sangat indah. Memandang senja di dermaga sambil menyaksikan kapal pergi berlayar mencari ikan, ngopi di tepi dermaga sambil makan tahu bulat, atau foto selfie di area hutan mangrove sudah sangat menyenangkan. Mau mencoba naik kapal juga bisa, tarifnya Rp.10.000 per orang.

Nah segitu dulu ya cerita saya tentang Pelabuhan Karangantu yang sempat membuat takut karena namanya. Percayalah, kalau kalian datang ke sini, kesan seram itu akan hilang. Apalagi kalau kalian penggemar makanan laut segar. Ada cumi, aneka jenis ikan laut yang masih fresh bisa kalian dapatkan di pelelangan ikan. Belum lagi jalan-jalan ke Pulau-pulau di sekitarnya. Dijamin puas deh. Tapi nanti ya... Kalau wabah Corona sudah berakhir. Sekarang mah #stayathome saja dulu....

1 komentar:

Silakan tinggalkan komentarmu di sini, jangan tinggalkan hatimu di sembarang tempat ^_^