Tentang kisah konyol dan inspiratif dalam rumah tangga

Eksotisme Kota Tua Menyimpan Sejarah Kelam







 Kota Tua. Saat mendengarnya, yang terbayang adalah gambaran sebuah kota dengan bangunan berasitektur kuno, lapuk dan penuh dengan kisah sejarah. Sudah lama saya ingin pergi ke sana, dan baru kesampaian sekarang ketika mengikuti Bimtek Penulis Sejarah oleh Kemdikbud.

Teman-teman kelompok lain sudah jalan duluan sejak dari gereja St. Maria de Fatima, sementara kelompok kami yang kebagian Petak Sembilan harus putar balik untuk mencari narasumber yang bisa diwawancarai di kawasan Jalan Kemenangan itu.


Setelah wawancara, kami berjalan kaki menuju Museum Bank Indonesia. Dari gerbang Petak Sembilan, belok kiri dan menyusuri trotoar rasa “Malioboro” sebab banyak pedagang aneka kebutuhan. Seperti sandal, sepatu, pakaian, pernak-pernik, makanan dan sebagainya.

Dua teman kami masih tertinggal di belakang, sementara saya dan dua teman lainnya berjalan lebih dulu. Sampai di sebuah lapak pinggir jalan, tampak tumpukan buku seperti sedang dijemur. Wah, buku loak! Langsung deh kami mampir sejenak untuk pilah-pilih. Harganya lumayan terjangkau lah, namanya juga buku bekas. Aneka komik, majalah, pengetahuan umum, sampai buku keagamaan dijual di sini.

Lanjut jalan lagi. Sempat tanya-tanya juga sih ke orang, karena nggak kenal daerah ini. Di seberang jalan tampak Pasar Asemka, yang katanya sih pusatnya perdagangan souvenir, pernak-pernik dan mainan yang biasa dijual oleh abang-abang di halaman sekolah itu loh. Belok kanan ada jembatan yang lurus terus itu sudah terlihat banyak bangunan tua berwarna putih keabu-abuan dan lumutan, bahkan dindingnya sampai dirambati tanaman. Kesannya kayak di film Harry Potter aja nih.

Nah, sampailah di Museum Bank Indonesia. Tampak ada rombongan anak SMP yang berbaris rapi mengantre untuk masuk. Rupanya dua teman saya sudah datang lebih dulu, mereka lewat jalan lain yang katanya sih lebih dekat. Setelah menitipkan tas pada Mbak Sisca, saya masuk ke dalam museum.


Museum ditata artistik, permainan cahaya yang apik, ada remang dan gelap yang menarik. Berisikan informasi tentang sejarah uang sejak zaman kolonial hingga sekarang. Ada pula perjanjian perdagangan antara VOC dengan raja-raja di Nusantara. Uniknya perjanjian itu ditulis dengan dua bahasa: Belanda dan Arab.

Tidak hanya berisikan sejarah uang, kita juga akan diajak mengetahui tentang sejarah penjajahan atas bangsa Indonesia, datangnya para penjelajah asing seperti Marco Polo dan Laksamana Cheng Ho. Tak lupa juga, ada sejarah mata uang Indonesia ketika berada dalam krisis moneter yang sangat parah.
Setelah puas berkeliling, kami pun istirahat sejenak untuk santap siang dan salat Zuhur. Setelah ini kami melanjutkan perjalanan ke Museum Sejarah Jakarta.


MUSEUM SEJARAH JAKARTA

Letak Museum Sejarah Jakarta tidak jauh dari Museum Bank Indonesia. Hanya berjalan kira-kira lima menit, kami sudah sampai di museum yang bersejarah ini. Sepanjang trotoar ada banyak pedagang souvenir; kacamata, kaos, tongsis dan jasa pembuatan tato/henna. Harganya murah-murah. Kita juga bisa foto bareng “Noni Belanda” yang di tengah cuaca terik itu memakai gaun ala Noni Belanda, lengkap dengan payung dan sarung tangan.

Lapangan di hadapan kami begitu luas, banyak pengunjung yang bersepeda ontel atau sekadar foto-foto. Tak jarang kami jumpai bule tengah duduk-duduk di kafe makan pecel. Semoga mereka nggak diare. Aamiin.

Masuk ke museum, entah kenapa suasananya terasa meremangkan bulu kuduk. Aroma mistis memenuhi ruangan (halah, ini wisata sejarah ya, bukan wisata alam ghaib). Mungkin sebabnya adalah tadi diceritakan oleh petugas museum bahwa di tengah halaman merupakan tempat eksekusi hukuman pancung, dan di atas tempat hukuman gantung. Kebayang deh aroma darah dan kengerian yang terjadi kala itu. Apalagi hukuman itu disaksikan oleh masyarakat luas.

Mereka yang dieksekusi adalah para perampok dan penjahat. Juga warga Tionghoa dibantai oleh Pemerintah Belanda pada 1740 yang dikenal dengan nama “Geger Pecinan”, yaitu konflik ekonomi dan politik antara warga Tionghoa dan Belanda.

Pada bagian pertama, petugas museum menerangkan tentang lukisan yang terpampang di dinding. Ukurannya besar, sekitar 1x10 meter. Lukisan karya Sudjojono itu menceritakan tentang Sultan Agung pemimpin Mataram dan penyerbuan pasukan Mataram yang ke Batavia. Cukup lama kami memerhatikan lukisan tersebut, seakan terbayang bagaimana serunya peperangan itu.


Gedung yang dulunya merupakan balai kota ini ternyata memiliki penjara bawah tanah. Cut Nyak Dien dan Sultan Ageng Tirtayasa pernah dipenjarajan di sini. Ruangan penjara yang gelap dan sempit, dengan jeruji besi kuat tak memungkinkan tahanan untuk kabur. Ditambah lagi, kaki para tahanan diikatkan pada bola besi yang sangat berat.


Selain itu, terdapat juga ruangan pengadilan, dengan meja dan kursi yang terbuat dari kayu jati yang masih utuh sampai sekarang. Banyak juga perabotan dari kayu yang tetap utuh terjaga. Salah satu jendelanya bahkan berukuran besar, dengan slot besi yang juga besar. Benar-benar bahan yang digunakan ini kualitas nomor satu.


Setelah berkeliling, kami akhiri jalan-jalan ini dengan melihat patung Hermes. Lalu pulang melewati pintu belakang. Dari situ tak jauh dengan tempat parkir bus. Kami pun kembali ke penginapan.






3 komentar:

  1. Salam dari satu antara dua teman yang sampai Museum BI terlebih dulu, haha.
    Meski bukan wisata gaib (ya iyalah), kunjungan ke MSJ bagi saya adalah wisata sejarah yang menggetarkan emosi. Rasa seram melihat penjara dan lapangan hukuman pancung, miris melihat para hakim bergelimang harta di gedung-gedung megah sementara rakyat Indonesia sebagai pemilik Nusantara malah menderita. Haduh. Banyak pelajaran ya yang bisa ditarik dari masa lalu. Itu sebabnya mengapa saya sangat tertarik belajar sejarah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. He... Malah lebih seru jalan yang lebih jauh lho..

      Hapus
    2. Dari sejarah kita bisa tahu kejadian pada masa lalu, dan mengambil pelajaran darinya. Bahwa ambisi yang berlebihan itu di sisi lain malah menyengsarakan orang lain. Semangat belajar sejarah meskipun latar belakang bukan pendidikan sejarah. 😊

      Hapus

Silakan tinggalkan komentarmu di sini, jangan tinggalkan hatimu di sembarang tempat ^_^