sumber foto: Google. Foto hanya ilustrasi |
Siang, panas terik, enaknya minum es biar seger. Kebetulan di jalan ada penjual es cincau keliling. Jadi kami mampir beli. Ada hal yang tak terduga pada diri penjual es tersebut. Terlihat sederhana, ternyata menyimpan cerita yang menurut saya luar biasa.
Dalam rangka menunggu es cincau ready dibungkus, kami ngobrol ringan dengan penjualnya. Aslinya mana, sudah berapa tahun di Serang dll. Hal biasa awalnya, tapi kemudian membuat saya terharu.
Bapak penjual es cincau keliling, Pak Wawan ini sudah sepuluh tahun merantau ke Serang, aslinya Tasik. Mudik setahun sekali, sedangkan istrinya merantau di Jakarta. Wah, jarang banget dong ketemunya ya? Saya tidak bertanya apa pekerjaan istrinya di Jakarta. Namun yang diceritakan kemudian adalah anak-anaknya.
Umumnya ngobrol, teman bicara akan balik bertanya. Setelah Pak Wawan tahu bahwa kami tinggal di Pesantren Salsabila, nyambunglah cerita tentang anak perempuannya yang baru saja lulus pesantren Tahfidz di Bandung (saya lupa nama pesantrennya). Setahun pengabdian di pesantren, lalu dilamar orang. Dalam kondisi anaknya yang belum dapat kerja itulah pernikahan itu terjadi dan kini ikut suaminya di Bekasi. Dalam hati saya menggumam, "Jarang-jarang lho orang tua yang mengikhlaskan anaknya menikah di usia muda, saat masih banyak orang tua yang menggadang-gadang anaknya bisa kerja selepas sekolah atau kuliah."
"Iya saya baru mudik untuk menjadi wali nikah anak saya. Kakaknya juga datang dari Madinah buat menghadiri (pernikahan adiknya, yang tentu saja anak sulung Pak Wawan)" papar beliau.
"Di Madinah Pak? Kerja, ngajar atau kuliah?" tanya saya.
"Kuliah, baru tahun pertama. Tadinya kuliah di Sudan tapi nggak betah."
WAH! Pak Wawan dengan cara bicaranya yang sederhana, membicarakan perpindahan dari Sudan ke Madinah seperti membicarakan perpindahan dari Ciracas ke Cikulur aja. Sungguh saya salut sama beliau. Nggak gampang lho bisa kuliah di Madinah, entah dengan cara beasiswa atau mandiri tetap saja kuliah di Madinah adalah sesuatu yang MEWAH! Nggak semua orang bisa ke sana kan? Ditambah lagi, anak perempuannya hafidzoh! Kalau bapak ibunya ustadz, kyai atau ulama, wajarlah yaaa kalau anak-anaknya menempuh pendidikan yang tak beda dengan latar belakang keluarganya. Maka tidak terlalu aneh kalau Bapaknya Ustadz, anaknya ya Ustadz juga. Sebagaimana tidak aneh, bapak ibunya artis, ya anaknya ngikut jadi artis. Bapak ibunya penulis, anak-anaknya jadi penulis juga.
Namun, Pak Wawan merantau sejak anak pertamanya masih SD! Pulang setahun sekali, dan istrinya merantau juga. Kebayang nggak sih, kita yang membersamai anak 24 jam saja kadang masih merasa susah mendidik anak. Ini jarang ketemu?
Seakan memahami rasa penasaran kami tentang tips mendidik anak sampai sebegitunya, Pak Wawan berkata lagi dengan gaya bicaranya yang humble khas orang Sunda, "Saya mah pakai sistem gembala."
"Maksudnya gimana Pak?"
"Ya gembala, lepasin aja anak-anak itu. Kalau mulai jauh dan masuk pagar orang, kita tarik. Kalau perlu kita getok. Tapi prinsipnya sih bebas mau milih apa aja, kita dukung. Yang penting tetap dalam batas-batas."
Saya jadi merasa jleb! Kadang sebagai orangtua kan kita pengen anak jadi begini, jadi begitu. Bisa ini bisa itu. Sebab itulah ramai les calistung padahal anak masih balita. Masuk SD di bawah usia tujuh tahun. Anak diikutkan berbagai macam les, semata mengejar nilai akademik? Namun, terkaget-kaget kemudian jika anak itu stress tapi menampakkan gejala yang menjengjkelkan misalnya berbuat hal-hal yang dilarang agama. Mungkin ada yang terlupa. Mengajari anak, tapi tidak mendidiknya. Kita lihat, ada siswa SD yang frustasi karena sistem zonasi lalu dia membakar semua piagam prestasinya. Ya begitulah jika ilmu hanya ditandai dengan selembar piagam dan deretan angka di ijazah atau raport.
Kadang ada orang tua yang kecewa karena anaknya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
"Kok hafalan kamu nggak nambah-nambah sih? Lihat si Fulanah, dia sudah masuk 10 juz lho."
"Kok nilai Matematika kamu selalu jelek sih? Belajar yang rajin dong."
"Kamu kalau nggak mau belajar nanti masa depan kamu suram lho."
Berbagai macam ucapan yang sebenarnya pasti bertujuan memotivasi, tapi caranya ibarat memberi makan nasi rendang, dengan ditambahi belatung. Kan yang diingat pasti belatungnya, bukan rendangnya.
Kesimpulan saya setelah berbincang dengan Pak Wawan, adalah jangan pernah lupa mendoakan anak-anak. Justru dari ucapan beliau, tersimpan kepasrahan luar biasa pada Allah. Menyerahkan semuanya pada Allah. Terserah Engkau saja ya Allah, aku ikhlas menerima apapun takdir-Mu. Maka meski jauh dari keluarga, tak pernah lupa doa-doa itu dipanjatkan. Meski sama-sama merantau tapi bisa kompak mendidik anak. Tentu ini perlu perjuangan keras yang tak semua orang mampu menjalaninya.
Namun tetap saja, kondisi semua keluarga itu berbeda-beda. Semestinya dalam segala kondisi, tetap bersyukur. Ujian tiap keluarga itu beda-beda, tak bisa dipukul rata. Tak ada salahnya juga kita memetakan jalan untuk kesuksesan anak, yang salah itu adalah memaksakan kehendak. Kita membantu anak supaya sukses itu bagus, sebab tugas orang tua adalah mempersiapkan anak-anaknya supaya kuat menjalani hidup ini dengan berdiri di atas kaki sendiri tanpa bermanja pada fasilitas yang orang tua berikan. Yang terpenting kita tidak boleh lupa bahwa Allah yang Maha Berkehendak. Kita bisa berusaha dan berharap, tapi hasilnya pasrahkan pada Allah. Anak mau jadi dokter, ilmuwan, penulis, hafidz hafidzoh, dukung penuh! Asalkan tidak melenceng dari jalan Allah...
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki." (Al-Hajj: 44)
Zaman memang sudah berubah, berjalan ke arah yang tidak bisa kita prediksikan. Pada satu sisi, begitu mengerikan dengan beragam fitnah akhir zaman, tapi pada sisi lainnya kita dituntut untuk bisa mendidik anak dengan baik. Tetaplah berpegang teguh pada ajaran Islam, jaga keluarga kita dari api neraka dan jangan pernah putus mendoakan mereka. Semoga Allah memudahkan jalan kita dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Masya Allah luar biasa pak Wawan. Sangat menginspirasi. ��
BalasHapusIya Mbak.
BalasHapus