Warga Baduy Dalam berjalan kaki tanpa alas kaki |
Tenang dan damai, kira-kira begitulah gambaran sebuah desa. Ada desa yang sudah mirip kota, ada desa yang lebih modern karena sentuhan teknologi dan komunikasi. Namun di Baduy Dalam, segalanya seirama. Bentuk rumahnya sama, menghadap sama-sama ke arah selatan. Terbuat dari gedek dan bambu serta atap daun tirai. Antara rumah yang satu dengan rumah yang lain tidak ada yang lebih bagus atau berlomba menjadi paling bagus. Kecuali rumah Ketua Adat/Puun yang memang istimewa tetapi tetap terbuat dari bahan yang sama. Hanya lebih luas dan berbeda sedikit.
Keseharian warganya sama-sama berladang. Sejak pagi sampai sore hari, kaum ibu pergi ke ladang sambil menggendong anaknya yang masih kecil. Yang agak besar disuruh jalan membawakan bekal. Kaum bapak juga sama berladang, meskipun ada pula yang menjadi guide dan pedagang souvenir. Ketika sore tiba, mereka pulang ke rumah. Malam digunakan untuk istirahat.
Kalau di kota, satu orang beli kulkas dan motor baru, tetangganya panas. Di Baduy Dalam semua itu tidak mungkin terjadi. Listrik saja tidak masuk sini. Mau nyolokin steker di mana? Kalau sudah malam ya tidur. Makan seadanya saja. Air minum masak sendiri dengan mengambil airnya di sungai dekat rumah menggunakan potongan bambu yang dilubagi bagian atasnya. Perkasanya wanita Baduy, mampu mengangkat beberapa tempat air sekaligus. Sambil gendong anak di depan, sambil bawa beban di belakangnya.
Pernah dengar bahwa perempuan Baduy cantik-cantik? Ya, benar sekali! Cantiknya natural, padahal setiap hari mandinya tidak pakai sabun atau lulur. Skincarenya cukup bedak dan lipstik tetapi kecantikannya mengalahkan artis yang nggak bisa ngupas salak. Lalu saya tanya, kalau untuk perawatan wajah, pakai apa ya? Rupanya, pakai daun honje! Elaaaah itu yang biasa batangnya kita bikin sambal combrang....
Anak Baduy Dalam, sejak kecil sudah terbiasa jalan kaki menjelajah hutan |
Lelaki Baduynya juga ganteng-ganteng. Mereka kuat berjalan kaki tanpa pakai sandal ke man-mana. Keliling Baduy tanpa lelah, bahkan kalau harus keluar Baduy juga tanpa alas kaki. Ke Jakarta? Ah sudah biasa. Telapak kaki mereka sudah 'kapalan' sehingga sudah menjadi seperti sol sepatu. Kuat menahan panas dan hujan. Sejak kecil mereka sudah terbiasa menjelajah hutan. Demi bertahan hidup, demi keahlian lelaki mencari nafkah demi keluarganya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentarmu di sini, jangan tinggalkan hatimu di sembarang tempat ^_^