Tentang kisah konyol dan inspiratif dalam rumah tangga

Jelajah Baduy (Part 4)


Jelajah Baduy (Part 4)
Berfoto bersama Pak Jaku, warga Baduy Dalam di jembatan perbatasan Baduy Luar dan Baduy Dalam


Hari kedua di Baduy Dalam, sesuai rundown kami akan menjelajah seluruh desa di Baduy Dalam. Hanya ada tiga desa yakni Cibeo (yang kami tempati semalam), Cikertawarna dan Cikeusik. Nggak tahu kenapa yah, medan yang kami lalui banyak terjalnya. Iya sama, kayak hati kamu yang sulit aku taklukkan. Eaaaa.

Setelah sarapan dan menyiapkan perbekalan (nasi, ikan asin, air minum, nutri**ri, madu, apel, dan jangan lupa permen) kami siap menjelajah. Belum apa-apa sudah nanjak-nanjak. Tapi karena kemarin sudah pemanasan jalan kaki lima jam, sekarang terasa lebih ringan. Jalan setapak dengan jurang di kanan kiri jalan, tanah berbatu, berkerikil dan semak-semak. Sesekali terdengar kicauan burung. Sejauh mata memandang hanya perpaduan hijau dan biru. Saya sungguh takjub melihat alam seperawan. Kabarnya, warga Baduy dilarang menjual tanahnya kepada orang luar Baduy. Pun, orang luar negeri dilarang masuk Baduy. Meskipun hanya Baduy Luar! Jadi kalau misalnya kamu punya suami oppa-oppa Korea gitu yah, jangan diajak honeymoon ke Baduy. Kasihan. Masa kamu masuk Baduy, suamimu ngemper di terminal? Ajak aja ke Turki. Hehehe...

Sejam kemudian sampai di Desa Cikertawarna. Sebuah desa pertengahan, yang hanya ada sedikit rumah dengan jarak tidak terlalu berdekatan. Saat kami melintas, para bapak sedang membuat atap dari daun tirai. Saya merasa sikap mereka tidak seramah warga Desa Cibeo. Wajar, karena jarang ada tamu bermalam di sini, dan sebenarnya mereka risih dengan keberadaan orang asing.

Jelajah Baduy (Part 4)
Suasana desa yang asri


Lanjut lagi menuju Desa Cikeusik. Harap maklum jika tidak ada foto atau video yang menunjukkan lokasi Baduy Dalam. Meskipun rasanya ingiiiiin sekali untuk sekadar memotret ilalang dan langit biru, tetapi kita menghormati aturan adat ya. Karena kita tamu di situ, jadi sebisa mungkin menghormati tuan rumah. Walaupun tidak ada penjaga yang akan menghukum jika kita melanggar, alangkah baiknya jika kita menghormati aturan mereka.

Jelajah Baduy (Part 4)
Jalan menanjak dan berbatu

Di jalan kami bertemu dengan Pak Jaku, warga Baduy Dalam yang biasa menjadi guide. Jadi kami bersama-sama jalan menuju perbatasan. Dan yaaaaa perbatasan Baduy Luar dengan Baduy Dalam adalah pertanda bahwa kami boleh ambil gambar dan video. Yeaaaay! Bahagia itu sederhana banget. Namanya juga dua hari tanpa gadget kan?

Jelajah Baduy (Part 4)
Perbukitan yang dijadikan ladang oleh penduduk Baduy


Setelah memasuki kawasan Baduy Dalam lagi, ponsel kami matikan kembali. Melihat Desa Cikeusik dari atas bukit itu seperti sebuah desa yang dipagari gunung yang hijau. Di sinilah terasa sekali alam dan manusia hidup berdampingan dengan harmoni. Sungai mengalir jernih, pohon serba hijau, langit begitu biru. Ini seperti gambaran desa dalam pelajaran IPS.

Namun, penduduk Desa Cikeusik jauh lebih "hening" daripada Cikertawarna. Kami senyum tidak dibalas, kami menyapa tidak dijawab dengan ramah. Para wanitanya langsung masuk rumah, dan anak kecil menangis tatkala melihat kami. Ya, merek sangat risih dengan orang asing. Bahkan untuk solat saja kami merasa sungkan. Khawatir menyinggung perasaan mereka yang beragama Sunda Wiwitan.

Sebagai tamu, please banget jaga kesopanan. Kami temui juga tamu yang berjalan sambil makan eskrim melewati penduduk tanpa permisi. Saat melihat mereka, terhentaklah kesadaran kami. Oh iya. Kalau kita yang dibegitukan, pasti tidak senang juga. Maka wajarlah mereka bersikap tidak ramah pada tamu yang datang. Saya yakin bukan karena mereka memang aslinya tidak ramah. Tetapi risih lebih tepatnya. Sama rasanya seperti kita yang sedang melakukan sesuatu, lalu orang asing bertanya detail tentang itu. Padahal Googling sendiri juga bisa.

Akhirnya kami solat di teras rumah yang terbuat dari susunan bambu utuh. Setelahnya kami pulang dan istirahat sejenak di saung sambil makan nasi bekal kami. Tenaga telah pulih, kami kembali ke desa. Total 6 jam jalan kaki. Yeah! (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentarmu di sini, jangan tinggalkan hatimu di sembarang tempat ^_^